Bab 1: Panggilan dari Hutan
Di sebuah desa terpencil yang dikelilingi oleh pegunungan, terdapat sebuah kebun tua yang jarang dikunjungi oleh warga setempat. Tempat itu disebut Kebon Alas. Dikelilingi oleh pohon-pohon tinggi dan ditutupi kabut tebal yang seolah-olah tidak pernah surut, Kebon Alas sudah lama dianggap tempat terlarang. Konon katanya, di dalam kebun tersebut, tersembunyi rahasia gelap yang sudah bertahan selama ratusan tahun.
Suryani, seorang gadis desa yang berusia 20 tahun, tidak pernah percaya pada kisah-kisah seram tentang Kebon Alas. Dia selalu menganggapnya hanya cerita untuk menakut-nakuti anak-anak. Namun, segala sesuatu berubah ketika suatu malam, Ayahnya tidak pulang dari hutan. Ayah Suryani, Pak Seno, seorang petani dan pencari kayu, terkenal berani. Namun malam itu, ketika matahari sudah tenggelam dan desa terbungkus kegelapan, tidak ada tanda-tanda kepulangannya.
“Bu, Ayah belum pulang?” tanya Suryani, saat melihat wajah ibunya yang cemas di ambang pintu.
Ibunya menggeleng dengan raut cemas. “Ayahmu bilang akan kembali sebelum maghrib. Tapi sampai sekarang belum ada kabar.”
Malam semakin larut, dan kecemasan semakin menghantui pikiran Suryani. Tanpa berpikir panjang, ia mengambil senter dan jaket, bertekad untuk mencari Ayahnya. Ibu mencoba menahannya, namun Suryani tetap berkeras. Bagaimanapun, Ayahnya tidak mungkin tersesat di hutan yang sudah dikenalnya sepanjang hidup.
Ketika Suryani melangkah ke jalan setapak yang menuju ke hutan, kabut tipis mulai menyelimuti malam. Suara jangkrik dan lolongan anjing dari kejauhan terdengar sayup-sayup, menambah suasana mencekam. Tidak ada siapa pun yang berani keluar di malam seperti ini. Angin malam yang dingin seolah-olah membawa bisikan dari arah hutan.
Suryani berjalan semakin jauh, dan tiba-tiba ia menyadari sesuatu yang aneh. Kabut yang semakin tebal menutupi jalannya, dan suara-suara di sekitarnya mulai berubah. Semula hanya derit pepohonan yang tertiup angin, kini ia mendengar bisikan samar, seolah-olah ada yang memanggilnya dari dalam hutan.
“Suryaaanii… Suryaaanii…”
Suaranya lirih, namun cukup jelas untuk membuat bulu kuduknya merinding. Suryani menghentikan langkahnya dan berusaha untuk tetap tenang. Dia meyakinkan dirinya bahwa itu hanya suara angin. Namun, ketika suara itu semakin jelas, rasa takut mulai menyergapnya.
Dia menyalakan senternya, berusaha mencari arah suara itu. Tidak ada apa-apa, hanya kabut tebal yang seolah-olah menelannya perlahan. Namun suara itu tidak berhenti. Semakin lama, semakin dekat.
“Ayah...?” panggil Suryani dengan suara gemetar.
Tidak ada jawaban, kecuali suara daun yang bergesekan dan kabut yang bergerak lambat. Tanpa peringatan, angin kencang tiba-tiba bertiup, membuat ranting-ranting pohon bergoyang liar. Suaranya bergema di seluruh hutan. Kemudian, dari arah dalam kabut, muncul bayangan samar—sosok hitam yang berdiri diam, menghadap ke arah Suryani.
Hatinya berdegup kencang. Ia tahu bahwa bayangan itu bukan Ayahnya.
Bab 2: Misteri Kebon Alas
Suryani segera berlari menjauh dari sosok hitam itu. Di balik kabut, hutan semakin terasa aneh, seolah-olah pepohonan di sekitarnya berbisik, mengawasinya dari balik daun. Meskipun begitu, ia terus berlari, berharap dapat menemukan jalan keluar atau bertemu dengan seseorang.
Namun, tanpa disadari, kakinya malah membawanya lebih dalam ke dalam hutan. Di tengah kepanikannya, ia terjatuh di sebuah area terbuka yang aneh, dikelilingi oleh pohon-pohon besar yang terlihat tua. Di tengah tempat itu, ia melihat sebuah bangunan tua, yang nyaris hancur, tertutup lumut dan tanaman liar. Itu adalah reruntuhan sebuah rumah tua yang sudah lama ditinggalkan. Rasa penasaran bercampur ketakutan mulai memenuhi benaknya.
Apa ini? Kenapa ada rumah di tengah hutan?
engan hati-hati, Suryani melangkah mendekati rumah itu. Pintu kayunya sudah setengah lapuk, tapi masih berdiri tegak. Di dalam, suasana begitu sunyi. Lantai kayu yang berderak saat diinjak menambah kesan mencekam. Saat Suryani memasuki ruangan utama, ia melihat sesuatu yang mengerikan—di dinding, tergantung foto-foto lama yang memperlihatkan wajah-wajah orang yang tak dikenalnya. Wajah-wajah itu tersenyum, namun senyum mereka tampak aneh, menakutkan, seolah-olah menyembunyikan sesuatu.
Tiba-tiba, terdengar suara langkah kaki di belakangnya. Suryani membalikkan badan dengan cepat, namun tidak ada siapa-siapa. Hanya bayangan dan kegelapan yang menyelimuti ruangan itu.
Suryani merasa seakan ada yang mengawasinya, semakin dekat, semakin nyata. Napasnya semakin berat, dan ia berusaha menahan rasa takut yang kian membesar. Tanpa berpikir panjang, ia bergegas keluar dari rumah tua itu. Namun ketika ia melangkah keluar, di depan pintu, berdiri sosok hitam yang sama dengan yang dilihatnya di kabut tadi.
Sosok itu tidak bergerak. Wajahnya tertutup bayangan, namun dari tubuhnya, Suryani bisa merasakan hawa dingin yang menusuk. Tanpa suara, sosok itu mengangkat tangannya, menunjuk ke arah Suryani. Seketika, Suryani merasa kakinya menjadi berat, tubuhnya tidak bisa bergerak, seolah-olah terjebak dalam mimpi buruk.
Di saat yang sama, dari reruntuhan rumah tua itu, terdengar suara langkah-langkah kaki lain. Suara-suara itu datang dari semua arah, menghampirinya, membuat jantung Suryani berdegup semakin cepat. Dan dari kegelapan, muncul sosok-sosok lain, lebih banyak, berdiri mengelilinginya.
Suryani tahu ia harus keluar dari sana, atau tidak akan pernah bisa pulang lagi.
Bab 3: Kebenaran yang Tersembunyi
Suryani berusaha melawan rasa takut yang melumpuhkannya. Ia mencoba menggerakkan kakinya, namun rasanya seolah-olah tubuhnya ditarik oleh sesuatu yang tidak terlihat. Dalam keputusasaan, ia memejamkan mata dan mulai berdoa. Suara-suara aneh itu semakin keras, dan sosok-sosok itu semakin mendekat, hingga ia bisa merasakan kehadiran mereka di belakang punggungnya.
Tiba-tiba, sebuah tangan menyentuh pundaknya.
"Suryani... ayo pulang."
Suara itu, meski lembut, membuat Suryani terlonjak. Namun, ketika ia membuka matanya, di hadapannya bukan lagi sosok hitam yang menyeramkan, melainkan wajah Ayahnya yang tampak pucat dan kelelahan.
"Ayah?" Suryani terisak, setengah tidak percaya.
"Ini bukan tempat untuk kita," ujar Pak Seno dengan suara parau, sambil menarik tangan Suryani. "Kita harus pergi sebelum mereka kembali."
Tanpa bertanya lagi, Suryani mengikuti langkah ayahnya. Mereka berdua berlari keluar dari kebun itu, meninggalkan kabut, pohon-pohon tinggi, dan misteri yang menghantui di baliknya.
Sesampainya di desa, Suryani mendengar cerita dari Ayahnya tentang apa yang sebenarnya terjadi di Kebon Alas. Dulu, kebun itu adalah milik sebuah keluarga kaya yang hilang secara misterius. Banyak yang percaya, roh-roh mereka masih terperangkap di sana, menunggu seseorang untuk menggantikan mereka.
Sejak malam itu, Suryani dan Ayahnya tidak pernah lagi mendekati Kebon Alas. Mereka tahu, beberapa rahasia lebih baik dibiarkan tersembunyi di balik kabut yang menyelimuti tempat itu.
Namun, suara bisikan dari hutan itu masih menghantui Suryani dalam mimpinya, seakan memanggilnya untuk kembali.
Tamat.
0 Comments: